Halaman

Sabtu, 24 November 2012

Cerpen "Malaikat Kecilku" karya Yosan Ermawansyah


Malaikat Kecilku
            Dulu aku sangat mencintai istriku,aku rela mengorbankan apapun demi dia.tapi itu dulu. Dulu saat ia masih setia menemaniku hanya disaat ku masih merasa beruntung. Tapi semua berbeda saat sebuah musibah telah merenggut sebagian kenikmatanku.
            Semua berawal saat istriku melahirkan. Saat itu aku sangat berharap anakku lahir laki-laki, agar aku bisa mewariskan keahlianku dalam berlari dan aku ingin menjadikannya seorang atlet lari. Namun keadaan berkata lain saat seorang bayi perempuan terlahir dari rahim istriku. Aku tidak menerima hal itu. Kenapa Allah tidak mengabulkan doaku? Aku ingin anakku laki-laki, tapi kenapa engkau malah melahirkan seorang bayi perempuan. Hatiku sangat menyesal.
            Beberapa bulan kemudian, aku disuruh untuk menjaga bayiku itu. Tapi aku tidak mau, aku malah pergi dari rumah untuk menghindari itu semua. Namun, Allah memberikan kejutan untukku. Saat ku sedang asyik mengendarai mobil Avanza-ku, sebuah truk hampir menabrakku, aku menghindar dan aku malah menabrak sebuah pohon. Seketika duniaku berubah menjadi gelap.
            Aku tersadar saat aku sudah berada di rumah sakit. Ku lihat istriku sedang menggendong bayiku.itu membuatku geram, bahkan sangat marah pada bayiku. Ini semua karena ulah bayi itu! Aku tidak mungkin seperti ini jika ia tidak ada. Hatiku terus bergumal. Istriku datang bersama bayiku. Ku lihat bayi itu tertawa gembira saat ia melihatku. Tawanya begitu lucu, tapi seketika aku beranggapan bahwa dia senang melihatku seperti ini.
            “bawa pergi bayi itu! “
            “maksud papa apa?” tanya istriku
            “ia bayi sial! Ia yang menyebabkan aku seperti ini!”
            “astagfirulloh… sadar pa, ini anakmu!”
            “tidak!” saat ku akan beranjak berdiri dari kasurku,aku merasakan sesuatu yang berbeda dari diriku. Dimana kakiku? Aku tidak dapat merasakan kakiku. Apa yang terjadi padaku? Dimana kakiku? Kenapa semua jadi seperti ini?
            “kata dokter, tadi kaki papa terjepit dan membuat syaraf di kaki papa lumpuh total” istriku terharu tak percaya
            “apa?? “ aku tidak menyangka… sekarang aku tidak bisa berjalan. Aku tidak bisa lagi bekerja, aku tidak bisa lagi berjalan, aku tidak bisa melakukan apapun! Aku sangat frustasi. Kenapa harus seperti ini. Kenapa Allah memberikan ini padaku?.
            Beberapa tahunpun berlalu. Aku hanya bisa diam di tempat tidur. aku tidak bisa bekerja, aku tidak bisa menafkahi keluargaku. Aku tak bisa lagi melakukan apa-apa.   Hingga akhirnya istriku menjual semua barang barang elektronik berikut mobilku. Aku sangat malu pada istriku. Aku tidak bisa lagi menjadi suami yang ia harapkan.
            “pa… pa…. ma… kan…” kulihat bayiku yang kini sudah dapat berjalan membawakan makanan untukku. Walaupun dengan langkah yang masih ragu serta nampan yang cukup berat, ia berusaha membawakannya untukku.
            “pa… pa… ma.. kan…” ulangnya terbata-bata
            Aku masih kesal. Karenanya aku jadi seperti ini. Karenanya aku tak dapat lagi berjalan. Aku tidak menghiraukannya walaupun ia menggoyang-goyangkan tubuhku sebagai tanda agar aku bangun.
            “Pa… pa…” tak sempat ia menyelesaikan kata-katanya, suara mobil berhenti di depan rumah membuatnya menghampirinya.
            Ternyata itu istriku, tapi aku sangat terkejut ketika kulihat ia keluar bersama seorang laki-laki dan parahnya ia juga menciumnya. Aku sangat kecewa. Kenapa istriku melakukan itu? Kenapa?
            Saat ia datang aku sangat kecewa padanya.
            “kenapa mama melakukan itu?”
            “maksud papa?” tanya istriku pura-pura tidak tahu.
            “kenapa mama melakukan hal yang tidak pantas dengan laki-laki lain? Kenapa ma?”
            “pa.. mamah cape dengan semuanya. Papa kini sudah tak bisa apa-apa, papa sudah tidak bisa menafkahi mama. Mama …. Mama minta cerai”
            Seketika kata-kata itu bagaikan sebuah pisau berkarat yang mengiris-iris hatiku. Kenapa istriku berubah?
            Ia pun pergi dengan laki-laki itu. Beribu kesal, amarah, dan kecewa bercampur menjadi satu. Ku lihat anakku juga tak dibawanya. Ia juga menangis di depan jendela melihat ibunya pergi dengan laki-laki lain. Aku ingin memeluknya dan berkata untuk tidak menangisi seorang ibu yang tega meninggalkan anaknya. Tapi itu mungkin hanya angan angan saja aku tidak bisa merangkul dan memeluknya.
            Keesokan harinya aku terbangunkan oleh suara anakku
            “pa.. pa..” katanya terbata-bata
            “pa… ma.. kan…”
            Ku lihat ia membawakan makanan untukku. Terlihat ia sangat bekerja keras membawakan makanan untukku. Aku sebenarnya tidak tega melihat anakku yang baru bisa berjalan melakukan hal seperti itu. Tapi apalah daya aku tak bisa berbuat apa-apa.
            Ia juga menyuapiku makan, ya Allah,kenapa dulu aku tak mau mengakuinya? Kenapa aku tidak mau menerimanya? Padahal ia begitu berbakti padaku.
            Saat siang, kudengar suara gaduh di dapur. Aku khawatir sesuatu terjadi pada anakku. Tapi betapa kuatnya anakku walaupun dia seorang perempuan. Dia membawakanku seember air.
            “pa… pa… ba.. u… ga… man… di… “
            Aku sangat terharu melihat anakku melakukan hal yang tak biasa dilakukan anak seumurannya. Dengan lembut ia mengelap tubuhku dengan handuk basah untuk membersihkanku. Tetes demi tetes air mata terurai di pipi. Aku sangat merasa bersalah. Kenapa dulu aku tak mau menerimanya. Padahal ia begitu hebat.
            Hari demi hari ia lakukan seperti itu, setiap pagi ia membawakanku makanan walaupun hanya sepiring nasi tanpa apapun. Aku tidak menyangka anak seusianya dapat memasak nasi dan air. Aku juga tak menyangka ia mampu merapihkan rumah sendirian. Apakah dia malaikat yang diutus Allah untuk menjagaku?.
            Hingga suatu hari ia membawakanku seember air. Namun, entah kenapa saat ia akan masuk ke kamar, “bbrrruukkk” ia terjatuh dan air membasahi seluruh tubuhnya. Aku khawatir. Aku takut ia menangis. Tapi ternyata ia malah tertawa riang saat ia lihat aku melihatnya. Tawanya seakan membuatku damai. Walaupun begitu ia tetap tertawa. Ya Allah maafkan aku ya Allah dulu aku sempat menyia-nyiakannya.
            Keesokan paginya, aku merasa heran. Kemana anakku? Tak biasanya ia belum bangun. Aku khawatir sesuatu terjadi padanya. Aku mencoba turun dari tempat tidur untuk memastikan anakku tak apa-apa. walau ku harus ngesot, aku tetap mencoba menghampiri kamarnya. Namun, saat ku buka pintu kamarnya, ku lihat ia terbaring lemah di lantai. Aku panik. Kenapa anakku? Apa yang terjadi padanya? Kuraba keningnya, dan ternyata panas. Tampakmya ia terkena demam. Mungkin karena ia kemarin terguyur air yang tumpah. Saat itu aku bingung harus berbuat apa. dengan susah payah ku gendong dia. Kulihat ada sebuah kursi roda didepan rumah. Aku tak tau itu milik siapa. Langsung saja ku pakai untuk mengantarkan anakku ke rumah sakit.
            Aku mengayuh kursi roda dengan susah payah, walau rasa sakit pada lenganku terus menyerang, aku tetap mengayuhnya. Aku tak menghiraukan rasa sakit ini. Hingga akhirnya ku sampai di rumah sakit. Sang suster sigap menangani anakku. Aku sangat khawatir. Aku takut ia… ah… semoga Allah menyelamatkannya.
            Aku menunggu di kursi sambil memperhatikan tanganku yang memar. Tanganku memang sakit. Tapi aku tak ingin rasa sakit ini membuat ku lemah. Aku ingin menunjukan bahwa aku bisa bertahan. Teringat saat anakku membawakan seember air dan tumpah menyiramnya. Tapi ia malah tertawa riang. Tawanya yang membuat aku semangat. Aku ingin mendengar tawanya lagi.
            Kedatangan sang dokter membuyarkan lamunanku
            “bagaimana keadaan anak saya dok?”
            “anak anda… sebelumnya kami mohon maaf.mungkin ini sudah takdir Allah.”
            “maksudnya dok?”
            “anak anda telah kembali ke sisi-Nya. Ia terkena demam tinggi dan membuatnya tak mampu bertahan.”
            Kata-kata itu bagai samurai yang menghujam hatiku. Aku tak percaya satu-satunya malaikat yang ku punya, malaikat yang menjagaku selama ini harus meninggalkanku. Aku tak mampu menahan air mata untuk berlinang. Ya Allah kenapa kau ambil dia ? kenapa kau harus memisahkanku dari dia? Aku sangat terpukul atas kepergiannya. Aku ingin ia tetap disini menjagaku.
            Ya Allah kembalikan ia …. Aku tak rela bila ia harus pergi dalam usia yang sangat muda. Tapi jika itu merupakan jalan yang terbaik aku ingin engkau dapat menjaga anakku dan dapat mempertemukanku disurga nanti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar