Malaikat Kecilku
Dulu aku sangat mencintai istriku,aku rela mengorbankan
apapun demi dia.tapi itu dulu. Dulu saat ia masih setia menemaniku hanya disaat
ku masih merasa beruntung. Tapi semua berbeda saat sebuah musibah telah
merenggut sebagian kenikmatanku.
Semua
berawal saat istriku melahirkan. Saat itu aku sangat berharap anakku lahir
laki-laki, agar aku bisa mewariskan keahlianku dalam berlari dan aku ingin
menjadikannya seorang atlet lari. Namun keadaan berkata lain saat seorang bayi
perempuan terlahir dari rahim istriku. Aku tidak menerima hal itu. Kenapa Allah
tidak mengabulkan doaku? Aku ingin anakku laki-laki, tapi kenapa engkau malah
melahirkan seorang bayi perempuan. Hatiku sangat menyesal.
Beberapa
bulan kemudian, aku disuruh untuk menjaga bayiku itu. Tapi aku tidak mau, aku
malah pergi dari rumah untuk menghindari itu semua. Namun, Allah memberikan
kejutan untukku. Saat ku sedang asyik mengendarai mobil Avanza-ku, sebuah truk hampir menabrakku, aku menghindar dan aku
malah menabrak sebuah pohon. Seketika duniaku berubah menjadi gelap.
Aku
tersadar saat aku sudah berada di rumah sakit. Ku lihat istriku sedang
menggendong bayiku.itu membuatku geram, bahkan sangat marah pada bayiku. Ini
semua karena ulah bayi itu! Aku tidak mungkin seperti ini jika ia tidak ada.
Hatiku terus bergumal. Istriku datang bersama bayiku. Ku lihat bayi itu tertawa
gembira saat ia melihatku. Tawanya begitu lucu, tapi seketika aku beranggapan
bahwa dia senang melihatku seperti ini.
“bawa
pergi bayi itu! “
“maksud
papa apa?” tanya istriku
“ia
bayi sial! Ia yang menyebabkan aku seperti ini!”
“astagfirulloh…
sadar pa, ini anakmu!”
“tidak!”
saat ku akan beranjak berdiri dari kasurku,aku merasakan sesuatu yang berbeda
dari diriku. Dimana kakiku? Aku tidak dapat merasakan kakiku. Apa yang terjadi
padaku? Dimana kakiku? Kenapa semua jadi seperti ini?
“kata
dokter, tadi kaki papa terjepit dan membuat syaraf di kaki papa lumpuh total”
istriku terharu tak percaya
“apa??
“ aku tidak menyangka… sekarang aku tidak bisa berjalan. Aku tidak bisa lagi
bekerja, aku tidak bisa lagi berjalan, aku tidak bisa melakukan apapun! Aku
sangat frustasi. Kenapa harus seperti ini. Kenapa Allah memberikan ini padaku?.
Beberapa
tahunpun berlalu. Aku hanya bisa diam di tempat tidur. aku tidak bisa bekerja,
aku tidak bisa menafkahi keluargaku. Aku tak bisa lagi melakukan apa-apa. Hingga akhirnya istriku menjual semua barang
barang elektronik berikut mobilku. Aku sangat malu pada istriku. Aku tidak bisa
lagi menjadi suami yang ia harapkan.
“pa…
pa…. ma… kan…” kulihat bayiku yang kini sudah dapat berjalan membawakan makanan
untukku. Walaupun dengan langkah yang masih ragu serta nampan yang cukup berat,
ia berusaha membawakannya untukku.
“pa…
pa… ma.. kan…” ulangnya terbata-bata
Aku
masih kesal. Karenanya aku jadi seperti ini. Karenanya aku tak dapat lagi
berjalan. Aku tidak menghiraukannya walaupun ia menggoyang-goyangkan tubuhku
sebagai tanda agar aku bangun.
“Pa…
pa…” tak sempat ia menyelesaikan kata-katanya, suara mobil berhenti di depan
rumah membuatnya menghampirinya.
Ternyata
itu istriku, tapi aku sangat terkejut ketika kulihat ia keluar bersama seorang
laki-laki dan parahnya ia juga menciumnya. Aku sangat kecewa. Kenapa istriku
melakukan itu? Kenapa?
Saat
ia datang aku sangat kecewa padanya.
“kenapa
mama melakukan itu?”
“maksud
papa?” tanya istriku pura-pura tidak tahu.
“kenapa
mama melakukan hal yang tidak pantas dengan laki-laki lain? Kenapa ma?”
“pa..
mamah cape dengan semuanya. Papa kini sudah tak bisa apa-apa, papa sudah tidak
bisa menafkahi mama. Mama …. Mama minta cerai”
Seketika
kata-kata itu bagaikan sebuah pisau berkarat yang mengiris-iris hatiku. Kenapa
istriku berubah?
Ia
pun pergi dengan laki-laki itu. Beribu kesal, amarah, dan kecewa bercampur
menjadi satu. Ku lihat anakku juga tak dibawanya. Ia juga menangis di depan
jendela melihat ibunya pergi dengan laki-laki lain. Aku ingin memeluknya dan
berkata untuk tidak menangisi seorang ibu yang tega meninggalkan anaknya. Tapi
itu mungkin hanya angan angan saja aku tidak bisa merangkul dan memeluknya.
Keesokan
harinya aku terbangunkan oleh suara anakku
“pa..
pa..” katanya terbata-bata
“pa…
ma.. kan…”
Ku
lihat ia membawakan makanan untukku. Terlihat ia sangat bekerja keras
membawakan makanan untukku. Aku sebenarnya tidak tega melihat anakku yang baru
bisa berjalan melakukan hal seperti itu. Tapi apalah daya aku tak bisa berbuat
apa-apa.
Ia
juga menyuapiku makan, ya Allah,kenapa dulu aku tak mau mengakuinya? Kenapa aku
tidak mau menerimanya? Padahal ia begitu berbakti padaku.
Saat
siang, kudengar suara gaduh di dapur. Aku khawatir sesuatu terjadi pada anakku.
Tapi betapa kuatnya anakku walaupun dia seorang perempuan. Dia membawakanku
seember air.
“pa…
pa… ba.. u… ga… man… di… “
Aku
sangat terharu melihat anakku melakukan hal yang tak biasa dilakukan anak
seumurannya. Dengan lembut ia mengelap tubuhku dengan handuk basah untuk
membersihkanku. Tetes demi tetes air mata terurai di pipi. Aku sangat merasa
bersalah. Kenapa dulu aku tak mau menerimanya. Padahal ia begitu hebat.
Hari
demi hari ia lakukan seperti itu, setiap pagi ia membawakanku makanan walaupun
hanya sepiring nasi tanpa apapun. Aku tidak menyangka anak seusianya dapat
memasak nasi dan air. Aku juga tak menyangka ia mampu merapihkan rumah
sendirian. Apakah dia malaikat yang diutus Allah untuk menjagaku?.
Hingga
suatu hari ia membawakanku seember air. Namun, entah kenapa saat ia akan masuk
ke kamar, “bbrrruukkk” ia terjatuh dan air membasahi seluruh tubuhnya. Aku
khawatir. Aku takut ia menangis. Tapi ternyata ia malah tertawa riang saat ia
lihat aku melihatnya. Tawanya seakan membuatku damai. Walaupun begitu ia tetap
tertawa. Ya Allah maafkan aku ya Allah dulu aku sempat menyia-nyiakannya.
Keesokan
paginya, aku merasa heran. Kemana anakku? Tak biasanya ia belum bangun. Aku
khawatir sesuatu terjadi padanya. Aku mencoba turun dari tempat tidur untuk
memastikan anakku tak apa-apa. walau ku harus ngesot, aku tetap mencoba
menghampiri kamarnya. Namun, saat ku buka pintu kamarnya, ku lihat ia terbaring
lemah di lantai. Aku panik. Kenapa anakku? Apa yang terjadi padanya? Kuraba
keningnya, dan ternyata panas. Tampakmya ia terkena demam. Mungkin karena ia
kemarin terguyur air yang tumpah. Saat itu aku bingung harus berbuat apa.
dengan susah payah ku gendong dia. Kulihat ada sebuah kursi roda didepan rumah.
Aku tak tau itu milik siapa. Langsung saja ku pakai untuk mengantarkan anakku
ke rumah sakit.
Aku
mengayuh kursi roda dengan susah payah, walau rasa sakit pada lenganku terus
menyerang, aku tetap mengayuhnya. Aku tak menghiraukan rasa sakit ini. Hingga
akhirnya ku sampai di rumah sakit. Sang suster sigap menangani anakku. Aku
sangat khawatir. Aku takut ia… ah… semoga Allah menyelamatkannya.
Aku
menunggu di kursi sambil memperhatikan tanganku yang memar. Tanganku memang
sakit. Tapi aku tak ingin rasa sakit ini membuat ku lemah. Aku ingin menunjukan
bahwa aku bisa bertahan. Teringat saat anakku membawakan seember air dan tumpah
menyiramnya. Tapi ia malah tertawa riang. Tawanya yang membuat aku semangat.
Aku ingin mendengar tawanya lagi.
Kedatangan
sang dokter membuyarkan lamunanku
“bagaimana
keadaan anak saya dok?”
“anak
anda… sebelumnya kami mohon maaf.mungkin ini sudah takdir Allah.”
“maksudnya
dok?”
“anak
anda telah kembali ke sisi-Nya. Ia terkena demam tinggi dan membuatnya tak
mampu bertahan.”
Kata-kata
itu bagai samurai yang menghujam hatiku. Aku tak percaya satu-satunya malaikat
yang ku punya, malaikat yang menjagaku selama ini harus meninggalkanku. Aku tak
mampu menahan air mata untuk berlinang. Ya Allah kenapa kau ambil dia ? kenapa
kau harus memisahkanku dari dia? Aku sangat terpukul atas kepergiannya. Aku
ingin ia tetap disini menjagaku.
Ya
Allah kembalikan ia …. Aku tak rela bila ia harus pergi dalam usia yang sangat
muda. Tapi jika itu merupakan jalan yang terbaik aku ingin engkau dapat menjaga
anakku dan dapat mempertemukanku disurga nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar